Katedral Katolik Jakarta Indonesia 2024
Katedral Katolik Roma neo-gotik di Jakarta berdiri di sudut utara Lapangan Banteng, atau Lapangan Banteng, yang pada masa kolonial Belanda disebut Waterlooplein, atau Lapangan Waterloo di Jakarta Pusat. Saat ini, Katedral berdiri tepat di seberang masjid terbesar di Jakarta, the Masjid Istiqlal. Kedekatan mereka bukanlah suatu kebetulan. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sengaja memilih lokasi masjid ini, untuk melambangkan filosofi bangsa yaitu persatuan dalam keberagaman, dimana semua agama bisa hidup berdampingan secara damai dan harmonis.
Saat ini Katedral Katolik Jakarta, kedua perusahaan tersebut terus menjalin kerjasama satu sama lain, terutama untuk mengakomodasi parkir mobil pada saat hari raya keagamaan. Lahan parkir masjid digunakan jemaah gereja pada saat misa tengah malam Paskah dan Natal, begitu pula sebaliknya pada saat salat Idul Fitri, lahan parkir diperluas hingga ke lahan parkir Katedral. Menghadap area parkir gereja terdapat patung Hati Kudus Yesus.
Gereja neo-gotik ini ditahbiskan pada tahun 1901 setelah dibangun kembali di lokasi yang sama dimana sebelumnya berdiri katedral lama, yang dibangun pada tahun 1829 namun runtuh pada tahun 1890. Karena Belanda beragama Protestan dan mencegah penyebaran agama Katolik di Hindia Timur, gereja tersebut menjadi reruntuhan. Baru setelah Napoleon Bonaparte menaklukkan Eropa, dan menempatkan saudaranya Lodewijk (Louis Napoleon) di atas takhta Belanda, agama Katolik kembali diperbolehkan menyebar di nusantara.
Katedral Katolik Jakarta didedikasikan kepada Perawan Maria dan secara resmi diberi nama Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga, yang berarti Gereja Bunda Maria Diangkat ke Surga. Patung Bunda Maria berdiri di depan pintu gerbang, menghadap ke Barat, dengan kalimat di atas pintu gerbang berbunyi: “Beatam Me Dicentes omnes Generationes”, artinya: Semua generasi akan menyebut aku diberkati. Meski dari tampilannya gereja ini terkesan terbuat dari batu, seperti halnya gereja neo-gotik di Eropa, nyatanya katedral ini dibangun dari batu bata merah tebal yang dilapisi plester dan diberi pola meniru konstruksi batu alam.
Katedral Katolik Jakarta Dindingnya yang tebal dibuat untuk menopang balok jati untuk membentuk atap. Ketiga menara tersebut terbuat dari rangka besi. Bahan-bahan ini digunakan sebagai pengganti batu karena relatif lebih ringan dibandingkan pasangan bata. Di atas gereja terdapat tiga menara besi tempa, dua menara tertinggi setinggi 60 meter, sedangkan puncak menara tengah setinggi 45 meter. Memasuki gereja terlihat bahwa katedral dirancang berbentuk salib. Lorong tengahnya panjangnya 60 meter dan di depan altar lorong itu membentang 10 meter ditambah 5 meter di setiap sisinya.
Ada tiga altar Katedral Katolik Jakarta. Di sebelah kiri adalah Altar Santa Maria yang selesai dibangun pada tahun 1915, dan di sebelah kanan adalah Altar Santo Yusuf yang selesai dibangun pada tahun 1922. Altar tengah dan tabernakel yang indah dan terpenting serta salib emas konon dibuat di Belanda pada abad ke-19 dan dipasang di sini pada tahun 1956. Di sekeliling dinding gereja terdapat lukisan Jalan Salib, di mana sebelum setiap Paskah, jemaat berhenti untuk merenungkan penderitaan Yesus Kristus hingga penyaliban hingga kebangkitannya dari kematian.
Di sisi selatan Katedral Katolik Jakarta terdapat patung Pieta yang memperlihatkan Bunda Maria menggendong Yesus Kristus di pangkuannya setelah penyalibannya. Di kanan tengah terdapat mimbar berhias tinggi dengan konstruksi berbentuk cangkang di atasnya untuk akustik. Bangunannya sendiri memiliki dua lantai. Dulunya lantai atas digunakan untuk tempat paduan suara, namun karena usia bangunan sudah tua dan dikhawatirkan lantai tersebut tidak dapat menampung banyak orang, kini lantai atas telah diubah menjadi museum yang menyimpan peninggalan ritual pada masa tersebut. Hindia Belanda, begitu pula sejarah penyebaran agama Katolik di Indonesia.
Katedral ini masih aktif digunakan hingga saat ini. Selama Paskah dan Natal, ketika jemaah membludak, tenda-tenda didirikan di tempat parkir agar ratusan orang dapat berdoa, dengan mengikuti misa melalui monitor TV.