22 Desember 2024
protokol-normal-baru-bpjs-kesehatan-bengkulu-1_169.jpeg


Jakarta, SmokersWorld Indonesia

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo pesimistis pemerintah siap menerapkan standar kelas rawat inap (KERIS) pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai target pada tahun 2025.

“Pemerintah saat ini belum siap untuk menjalankan menuju KRIS tahun 2025, terkhusus pemerintahan sekarang,” tegas Rahmad dalam diskusi ‘BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?’ Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).

Menurutnya, niatan pemerintah untuk menstandardisasi kualitas pelayanan di seluruh rumah sakit merupakan hal yang mulia.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Namun, katanya, pemberlakuan aturan KRIS tanpa dibarengi dengan pembahasan atau kebijakan soal pembiayaan iuran atau tarif kelas itu sendiri hanya akan menyulitkan berbagai pihak.

“Dari rumah sakitnya dan dari DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kan belum dibuat pembahasan, diskusi, hiruk pikuk soal KRIS kalau tidak diimbangi konsep bagaimana pembiayaannya juga akan sulit,” ungkap Rahmad.

Menurut Rahmad, seharusnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang memayungi peraturan terkait KRIS ini juga merencanakan secara detail terkait desain iuran atau tarif kelas standar itu sendiri yang akan diterapkan di rumah sakit.

Hal ini, menurutnya, agar tidak timbul ketertarikan atau pertanyaan di kalangan masyarakat terkait apakah tarif untuk KRIS akan naik atau tidak.

Di sisi lain, Rahmad juga menyebut setidaknya ada dua dampak positif dari penerapan KRIS.

“Saya kira ada dua hal positifnya. Pertama, tentu dengan adanya pelayanan kelas standar peningkatan kualitasnya menjadi naik. Yang tadinya kelas tiga menjadi kelas standar pelayanan semakin baik,” ujar dia.

Kedua, Kata dia, penerapan kelas standar menyebabkan adanya sama rasa, sama pelayanan, sama kelas, baik itu yang kaya maupun yang kurang mampu haknya sama, dari sisi pelayanan kesehatan.

Ia pun menegaskan DPR meminta pemerintah menyiapkan perangkat, dalam hal ini DJSN, untuk mengambil kebijakan mendasar tidak hanya sekedar pelayanan, tapi juga termasuk soal pembiayaan.

“Isu yang ditunggu adalah soal pembiayaan. Jangan sampai pemberlakuan standar KRIS, peserta BPJS yang kelas tiga akhirnya jadi mantan peserta. Logikanya kalau naik kelas standar, iuran akan meningkat,” ujar Rahmad.

Ia mengatakan DPR menunggu penjelasan dari pemerintah mengenai konsep dasar bagaimana desain keseluruhan sistem pembiayaan KRIS. Ia tidak ingin mengubah kebijakan anggotaatkan rakyat, terutama pembiayaan secara mandiri.

Menurutnya, pemerintah juga harus menjelaskan perubahan fasilitas untuk peserta BPJS kelas satu.

“Ini yang harus diberikan penjelasan secara utuh dari pemerintah, meskipun kita memahami konsepsi BPJS adalah jaminan sosial yang bercirikan gotong-royong,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keseharan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif atau tunggal usai pemberlakuan KRIS tahun depan. Ia menyebut pemberlakuannya akan dilakukan secara bertahap.

“Ke depannya iuran ini harus memotret jadi satu, tapi akan kita lakukan secara bertahap,” ujar Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Saat ini, Budi mengaku tengah mempertimbangkan batas iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut, katanya, sedang dibicarakan dengan sejumlah pihak terkait dan akan terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi.

Di sisi lain, Ketua DJSN Agus Suprapto memaparkan iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif usai pemberlakuan KRIS. Ia menyatakan skema iuran BPJS Kesehatan akan dibuat sesuai prinsip gotong-royong. Artinya, peserta yang kaya atau kelas 1 ikut iuran lebih tinggi dibandingkan kelas di bawahnya.

Dengan demikian, orang yang tidak mampu atau kelas 3 membayar lebih rendah.

Iurannya tidak akan sama (tarif tunggal), pasti. Artinya yang kaya harus membantu yang miskin, ucap Agus di Kantor BPJS Kesehata, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia menilai apakah sistem iuran BPJS Kesehatan dibuat tarif tunggal, maka prinsip gotong royong terhapuskan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.

Skema ini menimbulkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 akan dihapus dan diganti dengan standar KRIS di seluruh rumah sakit.

Namun anggapan ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Budi Gunadi dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Berdasarkan Pasal 103 Ayat 8 Perpres 59/2025, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru akan dimulai pada 1 Juli 205 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.

[Gambas:Video SmokersWorld]

(del/sfr)




Info Kosan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *